Pengertian Manajemen Pengetahuan
Mengutip pendapat Henczel dalam Singh (2007),
Cut Zurnali mengemukakan bahwa untuk mendefinisikan knowledge benar-benar
sulit sebagaimana menggabungkan banyak intangibles seperti
pengalaman (experience), intuisi (intuition), pertimbangan (judgement),
keahlian (skill), dan pelajaran yang dipelajari (lessons learned),
yang secara potensial memperbaiki berbagai tindakan.Knowledge merupakan
keadaan kognitif pikiran yang dicapai dengan menggabungkan pemahaman dan
kognisi (understanding and cognition). Hal ini sering ditunjukkan
sebagai penyusunan dan pendokumentasian knowledge seperti patents, databases, manuals, reports, procedures,
dan white papers.
Terdapat beberapa definisi manajemen pengetahuan,
yang dirangkum Singh dalam Cut Zurnali (2008), yaitu:
1. Menurut Dimttia dan
Oder (2001), manajemen pengetahuan adalah mengenai penggalian dan
pengorganisasian pengetahuan untuk mengembangkan organisasi yang menguntungkan
dan lebih efisien. Secara terperinci Dimttia dan Oder memaparkan bahwa
manajemen pengetahuan merupakan proses menangkap keahlian kolektif
organisasional, di mana pun pengetahuan tersebut berada, baik di dalam
database, pada paper-paper, atau di kepala orang, dan kemudian mendistribusikan
pengetahuan tersebut ke mana pun agar dapat menghasilkan pencapaian yang
terbesar.
2. Menurut Wiig (1999),
manajemen pengetahuan adalah bangunan sistematis, eksplisit dan disengaja,
pembaharuan, dan aplikasi pengetahuan untuk memaksimalkan efektivitas yang
berkenaan dengan pengetahuan organisasi dan pengembalian kembali aset
pengetahuan organisasi.
3. Menurut Townley
(2001), manajemen pengetahuan adalah seperangkat proses menciptakan dan berbagi
pengetahuan ke seluruh organisasi untuk mengoptimalkan pencapaian misi dan
tujuan organisasi. Jadi, manajemen pengetahuan adalah mengenai meningkatkan
penggunaan pengetahuan organisasional melalui praktik-praktik manajemen
informasi dan pembelajaran organisasi untuk mencapai keunggulan kompetetitif
dalam pengambilan keputusan.
Knowledge Management System Conceptual Model
Berdasarkan pendapat-pendapat Denise (2007),
Nonaka and Takeuchi (1995), Sarvary (1999), Choo (1998), Davenport et al.
(1998), dan Zarifian (1999), Cut Zurnali (2008) mencoba mengungkap model
konseptual sistem knowledge management. Model yang dikemukakan memperhitungkan
pengetahuan individual (individual knowledge) sebagai starting point bagi
penciptaan pengetahuan keorganisasian . Dan sejak informasi telah menjadi bahan
dasar (raw material) dari pegangan pengetahuan individual, maka ia merupakan
landasan dasar dari organisasi pengetahuan (knowledge organization). Cut
Zurnali (2008) menambahkan bahwa pengetahuan individual yang muncul merupakan
kombinasi dari informasi, interpretasi, refleksi, dan pengalaman dalam sebuah
konteks yang pasti (certain context). Selanjutnya perlu dipertimbangkan juga
pentingnya mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan yang ada.
Oleh sebab itu, menurut Cut Zurnali (2008), pengetahuan individual diciptakan ketika informasi berjalan melalui proses internal yang mencakup interpretasi, refleksi dan menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang ada pada individu sehingga dapat diaplikasikan ke dalam situasi atau konteks baru. Agar mendorong individu memproses informasi untuk menciptakan pengetahuan, maka setiap proses pembelajaran harus punya arti. Sebuah sudut pandang yang jelas dari pengetahuan untuk dikembangkan merupakan sebuah keharusan untuk menstimulasi komitmen pada penciptaan dan pengoperasian pengetahuan tersebut. Pandangan bersama bekerja sebagai sebuah "mental map" yang menuntun para individu dalam tiga area yang berkorelasi, yaitu:
1. The world in which
they live (dunia tempat mereka hidup);
2. The world in which
they must live (dunia tempat mereka harus hidup); dan
3. Knowledge that needs
to be developed in order to follow the pathway between these two worlds
(pengetahuan yang perlu untuk dikembangkan agar untuk mengikuti lorong antara
kedua dunia tempat mereka hidup dan dunia tempat mereka harus hidup).
Lebih lanjut Cut Zurnali (2008) menambahkan bahwa untuk menciptakan pengetahuan organisasional maka pengetahuan individual (yang terdiri dari dua dimensi: a tacit dimension dan an explicit dimension) harus dieksternalisasikan. Penciptaan pengetahuan organisasional terjadi melalui konversi yang dikombinasikan dari setiap kedua dimensi, jadi mempromosikan pembelajaran kelompok dan penyebaran kepada seluruh level organisasional. Proses pentransformasian informasi ke dalam pengetahuan ditempatkan dalam tingkat internal individual, mencakup reflection, interpretation dan connection untuk later practical experimentation dalam konteks tepat.
Usaha keras organisasi untuk mengumpulkan dan menyediakan informasi tidak menjamin pemrosesan dan akses individual, oleh karena itu, tindakan yang menstimulasi akses dan menyebabkan pemrosesan informasi merupakan dasar dalam perputaran setiap tindakan praktis ke dalam perilaku alamiah untuk dimasukkan ke dalam sebuah budaya organisasional (the organisational culture). Pengetahuan individual harus ditransfer kepada individu dan kelompok lain agar dapat mempromosikan pengetahuan organisasional. Untuk ditransfer, pengetahuan harus dieksternalisasikan dengan memilikinya dan diinternalisasikan dengan kekurangannya, dengan penerapan utamanya pada tacit knowledge, sehinggai para kompetitor sulit menirunya. Nonaka and Takeuchi (1995) dalam Cut Zurnali (2008) menyatakan, transformasi pengetahuan individual ke dalam pengetahuan organisasional terjadi melalui sosialisasi (socialization), eksternalisasi (externalization), internalisasi (internalization) dan kombinasi (combination). Oleh karena itu setiap proses dapat menempatkan transformasi pengetahuan tersebut dari orang ke orang dan dari kelompok ke kelompok.
Oleh karena itu menurut Cut Zurnali (2008) tujuan dari knowledge management adalah untuk mengimplementasikan tindakan agar dapat memasok landasan pengetahuan organisasional yang untuk selanjutnya dapat mempromosikan pencapaian dari proses ketika landasan dari model konseptual knowledge management ditujukan. Menurut Cut Zurnali (2008), Model konseptual knowledge management menyajikan enam phase dari pelajaran pengetahuan yaitu:
1. Penciptaan arti atau
visi bersama dari tujuan pengembangan pengetahuan;
2. Penyediaan informasi;
3. Penginduksian
pemrosesan internal bagi penciptaan pengetahuan individual;
4. Pengkonversian
pengetahuan individual ke dalam pembelajaran kelompok;
5. Penyebaran pengetahuan
ke level organisasional lainnya; dan
6. Pengaplikasian
pengetahuan secara praktis
Menurut Cut Zurnali (2008), cakupan yang muncul dari knowledge management secara luas memfokuskan pada tiga arus utama: Landasan pengetahuan (the nature of knowledge), aspek-aspek manajerial dan organisasional dari implementasinya (the organizational and managerial aspects of its implementation), dan cara dan maksud penciptaan dan penggunaan sistem pengelolaan pengetahuan (the ways and means of creating and utilizing knowledge management Systems).
Mengacu pada pendapat Nonaka and Takeuchi (1995), Day (2005), Jashapara (2005), dan Gupta, et. al.(2005), Cut Zurnali menambahkan bahwa arus the nature of knowledge diterima sebagai perbedaan antara eksplisit dan implisit dari pengetahuan. Porsi yang baik dari penelitian dalam knowledge management mengonsentrasikan pada cara ketika organisasi dapat mengekstrak dan menggunakan implicit knowledge. Arus aplikasi dan pengimplementasian manajerial dan organisasional pengetahuan dalam organisasi juga telah menaruh perhatian para periset. Sedikit model yang diajukan menggambarkan aliran pengetahuan dalam pengaturan organisasional.
Berdasarkan pendapat-pendapat Holsapple and Jones (2004, 2005), Rubenstein and Geisler (2003), dan Muthusamy and Palanisamy (2004), Cut Zurnali (2008) mengemukakan bahwa model rantai pengetahuan yang lebih advance yang menggambarkan aktivitas primer dan sekunder dari pengetahuan. Aktivitas primer meliputi, pembelian, penyeleksian, penghasilan, dan pengeluaran pengetahuan sedangkan aktivitas sekunder mencakup, pengukuran, pengontrolan, pengkoordinasiaan, dan kepemimpinan pengetahuan. Dalam model yang dikemukakan, disajikan usaha pengombinasian kedua kategori ini dari manfaat aktivitas organisasi dengan meningkatkan daya saing dalam lingkungan organisasi. Arus ke tiga, memfokuskan pada penciptaan, pengimplementasian dan penggunaan knowledge management systems, dipandang secara utama sebagai sebuah topik organisasi dari adopsi dan adaptasi, aliran penelitian ini juga mencakup pengujian pertambahan nilai dari adopsi dan pemanfaatan knowledge management systems.
Sistem Pakar (Expert System) dalam Knowledge
Management
Sistem pakar (expert system) merupakan salah
satu teknologi andalan dalam knowledge management, terutama melalui empat alur
skema penerapan atau aplikasi dalam suatu organisasi, yaitu:
1. Case-based reasoning
(CBR) yang merupakan representasi knowledge berdasarkan pengalaman, termasuk
kasus dan solusinya;
2. Rule-based reasoning
(RBR) mengandalkan serangkaian aturan-aturan yang merupakan representasi dari
knowledge dan pengalaman karyawan/manusia dalam memecahkan kasus-kasus yang
rumit yang sedang dihadapi;
3. Model-based reasoning
(MBR) melalui representasi knowledge dalam bentuk atribut, perilaku, antar
hubungan maupun simulasi proses terbentuknya knowledge;
4. Constraint-satisfaction
reasoning yang merupakan kombinasi antara Rule-based reasoning (RBR) dan
Model-based reasoning (MBR).
Di dalam konfigurasi yang demikian, dimungkinkan pengembangan knowledge management di salah satu unit organisasi dokumentasi dan informasi dalam bentuk:
1. Proses mengoleksi,
mengorganisasikan, mengklasifikasikan, dan mendiseminasikan (menyebarkan)
knowledge ke seluruh unit kerja dalam suatu organisasi agar knowledge tersebut
berguna bagi siapapun yang memerlukannya,
2. Kebijakan, prosedur
yang dipakai untuk mengoperasikan database dalam suatu jaringan intranet yang
selalu up-to-date,
3. Menggunakan ICT
(Information and Communication Technology) yang tepat untuk menangkap knowledge
yang terdapat di dalam pikiran individu sehingga knowledge itu bisa dengan
mudah digunakan bersama dalam suatu organisasi,
4. Adanya suatu
lingkungan untuk pengembangan aplikasi sistem pakar (expert systems);
5. Analisis informasi
dalam databases, data mining atau data warehouse sehingga hasil analisis
tersebut dapat segera diketahui dan dipakai oleh lembaga,
6. Mengidentifikasi
kategori knowledge yang diperlukan untuk mendukung lembaga, mentransformasikan
basis knowledge ke basis yang baru,
7. Mengkombinasikan
pengindeksan, pencarian knowledge dengan pendekatan semantics atau syntacs,
8. Mengorganisasikan dan
menyediakan know-how yang relevan, kapan, dan bila mana diperlukan, mencakup
proses, prosedur, paten, bahan rujukan, formula, best practices, prediksi dan
cara-cara memecahkan masalah. Secara sederhana, intranet, groupware, atau
bulletin boards adalah sarana yang memungkinkan lembaga menyimpan dan
mendesiminasikan knowledge,
9. Memetakan knowledge
(knowledge mapping) pada suatu organisasi baik secara on-line atau off-line,
pelatihan, dan perlengkapan akses ke knowledge.
Birkinsaw dalam Cut Zurnali (2008) juga menggaris bawahi tiga keadaan yang sangat memengaruhi berhasil atau tidaknya knowledge management yaitu:
1. Penerapannya tidak
hanya menghasilkan knowledge baru, tetapi juga untuk mendaur-ulang knowledge
yang sudah ada.
2. Teknologi informasi
belum sepenuhnya bisa menggantikan fungsi-fungsi jaringan sosial antar anggota
organisasi.
3. Sebagian besar organisasi
tidak pernah tahu apa yang sesungguhnya mereka ketahui, banyak knowledge
penting yang harus ditemukan lewat upaya-upaya khusus, padahal knowledge itu
sudah dimiliki sebuah organisasi sejak lama.
Dengan demikian, knowledge management akan membuat berbagi informasi (shared information) tersebut menjadi bermanfaat. Knowledge management termasuk strategi dari tanggung jawab dan tindak lanjut (commitment), baik untuk meningkatkan efektivitas organisasi maupun untuk meningkatkan peluang/kesempatan.
Tujuan dari knowledge management adalah meningkatkan kemampuan organisasi untuk melaksanakan proses inti lebih efisien. Davenport et.al (1988) dalam Cut Zurnali (2008) menjelaskan sasaran umum dari sistem knowledge management dalam praktik adalah sebagai berikut:
1. Menciptakan knowledge:
Knowledge diciptakan seiring dengan manusia menentukan cara baru untuk
melakukan sesuatu atau menciptakan know-how. Kadang-kadang knowledge eksternal
dibawa ke dalam organisasi/institusi;
2. Menangkap knowledge:
Knowledge baru diidentifikasikan sebagai bernilai dan direpresentasikan dalam
suatu cara yang masuk akal dan dapat dicerna;
3. Menjaring knowledge:
Knowledge baru harus ditempatkan dalam konteks agar dapat ditindaklanjuti. Hal
ini menunjukkan kedalaman manusia (kualitas tacit) yang harus ditangkap
bersamaan dengan fakta explicit;
4. Menyimpan knowledge:
Knowledge yang bermanfaat harus dapat disimpan dalam format yang baik dalam
penyimpanan knowledge, sehingga orang lain dalam organisasi dapat mengaksesnya
atau menggunakannya;
5. Mengolah knowledge:
Sebagaimana sebuah perpustakaan (library), knowledge harus dibuat up-to-date.
Hal tersebut harus di review untuk menjelaskan apakah knowledge tersebut
relevan atau akurat.
6. Menyebarluaskan
knowledge: Knowledge harus tersedia dalam format yang bermanfaat untuk semua
orang atau anggota dalam organisasi yang memerlukan knowledge tersebut, di mana
pun dan tersedia setiap saat.
Tipe Proyek Manajemen Pengetahuan
Studi yang dilakukan oleh
Davenport mengidentifikasi empat tipe besar proyek manajemen pengetahuan
terkait pada titik tekan yang dimilikinya:
1.
Menciptakan simpanan pengetahuan
Penekanannya adalah pada menangkap pengetahuan
dan untuk memperlakukan pengetahuan sebagai suatu entitas yang terpisah dari
orang-orang yang menciptakan dan menggunakannya. Maka yang dilakukan adalah
membuat dokumen yang berisi pengetahuan yang telah direkam dan menyimpannya di
suatu simpanan di mana dia bisa dengan mudah diakses.
2.
Meningkatkan akses terhadap pengetahuan dan transfer atasnya
Menekankan pada aktivitas penyediaan akses ke
pengetahuan atau memfasilitasi transfer pengetahuan antar individu. Dalam hal
ini, kesulitannya biasanya terletak pada bagaimana menemukan orang dengan
pengetahuan yang dibutuhkan dan lalu secara efektif mentransfernya ke orang
lainnya. Hal ini juga akan tergantung pada peningkatan kapabilitas teknologi
organisasi bersangkutan. Aktivitas dari proyek ini biasanya berbasis komunal,
semisal berbentuk: komunitas online atau komunitas tatap muka, workshop,
seminar, sistem konferensi video desktop, scan dokumen dan perangkat berbagi
lainnya.
3.
Menyuburkan lingkungan pengetahuan
Proyek ini terkait aktivitas membangun
lingkungan berkontribusi untuk penciptaan, penyebaran, dan penggunaan
pengetahuan yang lebih efektif. Aktivitas yang tercakup di sini semisal
pembentukan kesadaran dan pembudayaan perhatian terkait pentingnya berbagi
pengetahuan. Termasuk juga di dalamnya adalah bagaimana mengubah perilaku dan
memberikan insentif untuk berbagi pengetahuan.
4.
Mengelola pengetahuan sebagai suatu aset
Fokusnya di sini adalah pada memperlakukan
pengetahuan sebagaimana aset lain di neraca keuangan. Namun sifat pengetahuan
yang tidak secara konkret berwujud memang membuatnya sangat susah untuk
ditransformasi dan diestimasi dalam konteks finansial.
No comments:
Post a Comment