Perencanaan adalah suatu cara yang
memuaskan untuk membuat kegiatan dapat berjalan dengan baik, disertai dengan
berbagai langkah yang antisipatif guna memperkecil kesenjangan yang terjadi
sehingga kegiatan tersebut mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Uno, 2008:2).
Sedangkan yang dimaksud pembelajaran memiliki hakikat perencanaan atau
perancangan (desain) sebagai upaya untuk membelajarkan siswa. Itulah sebabnya
dalam belajar, siswa tidak hanya berinteraksi dengan guru sebagai salah satu
sumber belajar, tetapi mungkin berinteraksi dengan keseluruhan sumber belajar
yang dipakai untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Oleh karena
itu, pembelajaran memusatkan perhatian pada “bagaimana membelajarkan siswa”,
dan bukan pada “apa yangdipelajari siswa”. Adapun perhatian terhadap apa yang
dipelajari siswa merupakan bidang kajian dari kurikulum, yakni mengenai apa isi
pembelajaran yang harus dipelajari siswa agar dapat tercapainya tujuan.
Pembelajaran lebih menekankan pada bagaimana cara agar tercapai tujuan
tersebut. Dalam kaitan ini hal-hal yang tidak bisa dilupakan untuk mencapai
tujuan adalah bagaimana cara menata interaksi antara sumber-sumber belajar yang
ada agar dapat berfungsi secara optimal.
Dalam konteks pengajaran,
perencanaan dapat diartikan sebagai proses penyusunan materi pelajaran,
penggunaan media, pendekatan dan metode pembelajaran, dan penilaian dalam suatu
alokasi waktu yang akan dilaksanakan pada masa tertentu untuk mencapai tujuan
yang telah ditentukan.
Berdasarkan uraian di atas, konsep
perencanaan pengajaran dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, yaitu:
1.
Perencanaan pengajaran sebagai teknologi
2.
Perencanaan pengajaran sebagai suatu sistem
3.
Perencanaan pengajaran sebagai sebuah
4.
Perencanaan pengajaran sebagai sains (science)
5.
Perencanaan pengajaran sebagai sebuah proses
6.
Perencanaan pengajaran sebagai sebuah realitas
Dengan mengacu kepada berbagai sudut
pandang tersebut, maka perencanaan program pengajaran harus sesuai dengan
konsep pendidikan dan pengajaran yang dianut dalam kurikulum. Penyusunan
program pengajaran sebagai sebuah proses, disiplin ilmu pengetahuan, realitas,
sistem dan teknologi pembelajaran bertujuan agar pelaksanaan pengajaran
berjalan dengan efektif dan efisien. Kurikulum khususnya silabus menjadi acuan
utama dalam penyusunan perencanaan program pengajaran, namun kondisi
sekolah/madrasah dan lingkungan sekitar, kondisi siswa dan guru merupakan hal
penting jangan sampai diabaikan.
A. Dasar Perlunya Perencanaan
Pembelajaran
Perlunya perencanaan pembelajaran
sebagaimana disebutkan di atas, dimaksudkan agar dapat dicapai perbaikan
pembelajaran. Upaya perbaikan pembelajaran ini dilakukan dengan asumsi berikut:
1. untuk
memperbaiki kualitas pembelajaran perlu diawali dengan perencanaan
pembelajaran yang diwujudkan dengan adanya desain pembelajaran
2. untuk
merancang suatu pembelajaran perlu menggunakan pendekatan sistem
3.
perencanaan desain pembelajaran diacukan pada bagaimana seseorang belajar
4. untuk
merencanakan suatu desain pembelajaran diacukan pada siswa secara perseorangan
5.
pembelajaran yang dilakukan akan bermuara pada ketercapaian tujuan
pembelajaran, dalam hal ini akan ada tujuan langsung pembelajaran, dan tujuan
pengiring dari pembelajaran
6.
sasaran akhir dari perencanaan desain pembelajaran adalah mudahnya siswa untuk
belajar
7.
perencanaan pembelajaran harus melibatkan semua variabel pembelajaran
8. inti
dari desain pembelajaran yang dibuat adalah penetapan metode pembelajaran yang
optimal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
B. Manfaat Perencanaan Pembelajaran
Perencanaan pembelajaran memainkan
peran penting dalam memandu guru untuk melaksanakan tugas sebagai pendidik
dalam melayani kebutuhan belajar siswanya. Perencanaan pembelajaran juga
dimaksudkan sebagai langkah awal sebelum proses pembelajaran berlangsung.
Terdapat beberapa manfaat
perencanaan pembelajaran dalam proses belajar mengajar yaitu:
1.
sebagai petunjuk arah kegiatan dalam mencapai tujuan
2.
sebagai pola dasar dalam mengatur tugas dan wewenang bagi setiap unsur yang
terlibat dalam kegiatan
3.
sebagai pedoman kerja bagi setiap unsur, baik unsur guru maupun unsur murid
4.
sebagai alat ukur efektif tidaknya suatu pekerjaan, sehingga setiap saat
diketahui ketepatan dan kelambatan kerja
5. untuk
bahan penyusunan data agar terjadi keseimbangan kerja
6. untuk
menghemat waktu, tenaga, alat-alat, dan biaya.
Sedangkan penerapan konsep dan
prinsip pembelajaran berbasis kompetensi diharapkan bermanfaat untuk:
1.
Menghindari duplikasi dalam memberikan materi pelajaran.
Dengan
menyajikan materi pelajaran yang benar-benar relevan dengan kompetensi yang
ingin dicapai, dapat dihindari terjadinya duplikasi dan pemberian materi
pelajaran yang terlalu banyak.
2.
Mengupayakan konsistensi kompetensi yang ingin dicapai mengajarkan suatu mata
pelajaran. Dengan kompetensi yang telah ditentukan secara tertulis, siapapun
yang mengajarkan mata pelajaran tertentu tidak akan bergeser atau menyimpang
dari kompetensi dan materi yang telah ditentukan.
3.
Meningkatkan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan, kecepatan, dan kesempurnaan
siswa.
4.
Membantu mempermudah pelaksanaan akreditasi. Pelaksanaan akreditasi akan lebih
dipermudah dengan menggunakan tolok ukur standar kompetensi
5.
memperbarui sistem evaluasi dan laporan hasil belajar siswa. Dalam pembelajaran
berbasis kompetensi, keberhasilan siswa diukur dan dilaporkan berdasar pencapaian
kompetensi atau subkompetensi tertentu, bukan didasarkan atas perbandingan
dengan hasil belajar siswa yang lain.
6.
Memperjelas komunikasi dengan siswa tentang tugas, kegiatan, atau pengalaman
belajar yang harus dilakukan, dan cara yang digunakan untuk menentukan
keberhasilan belajarnya.
7.
Meningkatkan akuntabilitas publik. Kompetensi yang telah disusun,
divalidasikan, dan dikomunikasikan kepada publik, sehingga dapat digunakan
untuk mempertanggung-jawabkan kegiatan pembelajaran kepada publik.
8. Memperbaiki
sistem sertifikasi. Dengan perumusan kompetensi yang lebih spesifik dan
terperinci, sekolah/madrasah dapat mengeluarkan sertifikat atau transkrip yang
menyatakan jenis dan aspek kompetensi yang dicapai.
C. Prinsip-prinsip Umum tentang
Mengajar
Prinsip-prinsip umum yang harus
dijadikan pegangan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar adalah
sebagai berikut.
1.
Mengajar harus berdasarkan pengalaman yang sudah dimiliki siswa. Apa yang telah
dipelajari merupakan dasar dalam mempelajari bahan yang akan diajarkan. Oleh
karena itu, tingkat kemampuan siswa sebelum proses belajar mengajar berlangsung
harus diketahui guru. Tingkat kemampuan semacam ini disebut entry behavior.
Entry behaviuor dapat diketahui di antaranya dengan melakukan pretes. Hal ini
sangat penting agar proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif
dan efisien.
2.
Pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan harus bersifat praktis. Bahan
pelajaran yang bersifat praktis berhubungan dengan situasi kehidupan. Hal ini
dapat menarik minat, sekaligus dapat memotivasi belajar.
3.
Mengajar harus memperhatikan perbedaan individual setiap siswa.
4.
Kesiapan (readiness) dalam belajar sangat penting dijadikan landasan dalam
mengajar. Kesiapan adalah kapasitas (kemampuan potensial) baik bersifat fisik
maupun mental untuk melakukan sesuatu.
5. Tujuan
pengajaran harus diketahui siswa. Apabila tujuan pengajaran diketahui, siswa
mempunyai motivasi untuk belajar. Agar tujuan mudah diketahui, harus dirumuskan
secara khusus.
6.
Mengajar harus mengikuti prinsip psikologis tentang belajar. Para ahli
psikologi merumuskan prinsip bahwa belajar itu harus bertahap dan meningkat.
Oleh karena itu, dalam mengajar haruslah mempersiapkan bahan yang bersifat
gradual, yaitu dari sederhana kepada yang kompleks (rumit); dari konkret kepada
yang abstrak; dari umum (general) kepada yang kompleks; dari yang sudah
diketahui (fakta) kepada yang tidak diketahui (konsep yang bersifat abstrak);
dengan menggunakan prinsip induksi ke induksi atau sebaliknya, dan sering
menggunakan reinforcement (penguatan).
D. Tipe-Tipe Belajar
Dalam praktik pengajaran, penggunaan
suatu dasar teori untuk segala situasi merupakan tindakan kurang bijaksana.
Tidak ada suatu teori belajar pun cocok untuk segala situasi. Karena
masing-masing mempunyai landasan yang berbeda dan cocok untuk situasi tertentu.
Robert M. Gagne mencoba melihat berbagai teori belajar dalam satu kebulatan
yang Baling melengkapi dan tidak bertentangan. Menurut Gagne, belajar mempunyai
delapan tipe. Kedelapan tipe 1tu bertingkat, ada hierarki dalam masing-masing
tipe. Setiap tipe belajar merupakan prasyarat bagi tipe belajar di atasnya.
Tipe belajar dikemukakan oleh Gagne
pada hakikatnya merupakan prinsip umum baik dalam belajar maupun mengajar.
Artinya, dalam mengajar atau membimbing siswa belajar pun terdapat tingkatan
sebagaimana tingkatan belajar di atas. Kedelapan tipe itu adalah sebagai
berikut.
1. Belajar Isyarat (Signal Learning)
Belajar isyarat mirip dengan
conditioned respons atau respons bersyarat. Seperti menutup mulut dengan
telunjuk, isyarat untuk datang mendekat. Menutup mulut dengan telunjuk dan
lambaian tangan adalah isyarat, sedangkan diam dan datang adalah respons. Tipe
belajar semacam ini dilakukan dengan merespons suatu isyarat. Jadi, respons
yang dilakukan itu bersifat umum, kabur, dan emosional.
2. Belajar Stimulus-Respons
(Stimulus Respons Learning)
Tipe belajar S–R, respons bersifat
spesifik. 2 x 3 = 6 adalah bentuk suatu hubungan S–R. Mencium bau masakan
sedap, keluar air liur, itu pun ikatan S–R. Jadi, belajar stimulus respons sama
dengan teori asosiasi (S–R bond). Setiap respons dapat diperkuat dengan
reinforcement. Hal ini berlaku pula pada tipe belajar stimulus respons.
3. Belajar Rangkaian (Chaining)
Rangkaian atau rantai dalam chaining
adalah semacam rangkaian antara berbagai S–R yang bersifat segera. Hal ini
terjadi dalam rangkaian motorik; seperti gerakan dalam mengikat sepatu,
makan-minum-merokok; atau gerakan verbal seperti selamat-tinggal, bapak-ibu.
4. Asosiasi Verbal (Verbal
Assosiation)
Tipe belajar ini adalah mampu
mengaitkan suatu yang bersifat verbalisme kepada sesuatu yang sudah
dimilikinya. Misal “pyramids itu berbangun limas” adalah contoh tipe belajar
asosiasi verbal. Seseorang dapat menyatakan bahwa piramida berbentuk limas
kalau ia mengetahui berbagai bangun, seperti balok, kubus, dan kerucut.
Hubungan atau asosiasi verbal terbentuk bila unsur-unsurnya terdapat dalam
urutan tertentu, yang satu mengikuti yang lain.
5. Belajar Diskriminasi
(Discrimination Learning)
Tipe belajar ini adalah pembedaan
terhadap berbagai rangkaian seperti membedakan berbagai bentuk wajah, hewan,
tumbuhan, dan lain-lain.
6. Belajar Konsep (Concept Learning)
Konsep merupakan simbol berpikir.
Hal ini diperoleh dari hasil memuat tafsiran terhadap fakta atau realita, dan
hubungan antara berbagai fakta.
7. Belajar Aturan (Rule Learning)
Belajar aturan adalah lebih meningkat
dari tipe belajar konsep. Dalam belajar aturan, seseorang dipandang telah
memiliki berbagai konsep yang dapat untuk mengemukakan berbagai formula, hukum,
atau dalil.
8. Belajar Pemecahan Masalah
(Problem Solving)
Tipe belajar yang terakhir adalah
memecahkan masalah. Tipe belajar ini dapat dilakukan oleh seseorang apabila
dalam dirinya sudah mampu mengaplikasikan berbagai aturan yang relevan dengan
masalah yang dihadapinya. Dalam memecahkan masalah diperlukan waktu yang cukup,
bahkan ada yang memakan waktu terlalu lama. Juga sering kali harus melalui
berbagai langkah, seperti mengenal tiap unsur dalam masalah itu. Dalam segala
langkah diperlukan pemikiran sehingga dalam memecahkan masalah akan diperoleh
hasil yang optimal.
Kedelapan tipe belajar di atas
tampaknya para ahli sepakat. Tipe belajar yang memiliki hierarki. Setiap tipe
belajar merupakan prasyarat bagi tipe belajar selanjutnya. Sebaliknya tiap tipe
belajar memerlukan penguasaan pada tipe belajar di tingkat bawahnya. Belajar
memecahkan masalah misalnya harus menguasai sejumlah aturan yang relevan,
seterusnya untuk belajar aturan perlu penguasaan beberapa konsep yang digunakan
pada aturan.
Dalam kaitan dengan perencanaan
pengajaran, tipe belajar ini perlu mendapat perhatian, sebab hal ini menjadi
salah satu faktor yang turut menentukan keberhasilan pengajaran yang diberikan
kepada siswa. Dengan kata lain, agar siswa belajar mencapai taraf yang lebih
tinggi, diperlukan kemampuan guru dalam menerapkan prinsip-prinsip sebagaimana
yang telah diuraikan di atas.
No comments:
Post a Comment